BlangkonJogja - Blangkon mempunyai makna pengendalian nafsu manusia yang meluap luap. Nafsu manusia ini di dalam adat jawa hadulu di identikkan dengan lambang rambut. Karena pada zaman dahulu masyarakat jawa belum mengenal pemotong rambut, wong jowo (orang jawa) pada umumnya berambut panjang.
Dalam viva online diberikan keterangan “Laki-laki
dan wanita Jawa secara umum membiarkan rambutnya panjang alami dan tidak
dipotong. Kaum laki-laki, kecuali dalam acara tertentu, biasanya melingkarkan
rambut mereka di sekeliling kepala dan menjepitnya dengan sisir sirkam di
depan. Namun, di kalangan petinggi, merupakan suatu kehormatan untuk membiarkan
rambutnya terurai di hadapan atasan mereka”.
Untuk orang jawa yang mempunyai kepribadian baik
biasanya menata rambutnya agar tidak berantakan, sedangkan kepribadian orang
jawa buruk biasanya membiarkan rambutnya berantakan tanpa penataan. Kemungkinan
ini adalah acuan yang dipakai untuk menilai karakter seseorang.
Sebelum adanya blangkon, terlebih dahulu dikenal
dengan istilah “iket” atau “udeg” yang dipakai untuk mengikat kepala. Iket ini
digunakan untuk mengikat Sirah (kepala) yang mempunyai konotasi isine mberah
(isinya banyak), dengan menggunakan iket ini menjaga supaya pemakainya dapat
mengikat isi fikirannya sehingga dapat menjadi ketenangan bagi pemakainya.
Fisik dari iket ini berupa kain yang di ikatkan
melingkar di sebagian kepala bagian atas yang dipakai seperti mahkota.
Perbedaannya, mahkota biasanya dipakai dengan bahan yang lebih keras, namun
untuk iket bahan yang digunakan menggunakan kain atau barang yang bisa
digunakan untuk melilit kepala dengan bagian atas terbuka.
Setelah terkenalnya iket, masyarakat jawa mulai
mengenal pengikat kepala dengan penutup bagian atasnya. Benda kepala ini
disebut dengan blangkon. apabila iket disimpan dalam bentuk kain dan baru di
ikatkan saat mau dipakai, blangkon ini disimpan dan di kenakan dalam wujud
serupa blangkon sehingga dalam pemakaian tidak membutuhkan waktu untuk mengikat kepala.
Pemakai blangkon yang paling tua dapat di lihat pada
lukisan Sunan Kalijaga, yang lahir pada abad ke-14 masehi, lukisan ini membuat
persepsi bahwa pencetus blangkon adalah Sunan Kalijaga yang mempunyai latar
belakang kerajaan islam di jawa. Bila di analisis pengantian iket kepala
menjadi blangkon bila di lihat dari persepsi ini adalah alasan ketika hendak
sholat agar rambut tidak menghalangi antara kening dengan lantai sujud. Untuk
kebenaran yang sebenarnya belum diketahui secara jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar