Pernahkah Anda Berwisata ke Kraton Jogja (Ngayogyokarto)?
Kalau anda pernah berkunjung ke kraton yogyakarta anda akan
melihat para perangkat keraton yang mengenakan kain penutup kepala khas yang
umumnya disebut dengan blangkon. Blangkon Jogja sudah digunakan masyarakat jogja sejak era kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta pertama. Di dalam riwayat jawa, penggunaan blangkon sudah digunakan sejak zaman Majapahit sebelum
ditemukannya helm untuk melindungi kepala saat
bersepeda motor. Walaupun sudah ditemukan helm untuk sepeda motor, para
abdi dalem Jogja umumnya lebih suka menggunakan blangkon untuk tutup kepala
dibandingkan menggunakan helm. Jika helm di Indonesia menggunakan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk menjaga kualitasnya, blangkon menggunakan “pakem” blangkon atau aturan
pengrajin blangkon. pakem ini bertujuan untuk menjaga kualitas blangkon sehingga dari waktu ke waktu
blangkon dapat mempertahankan fungsi dan keindahannya sebagai penutup kepala khas Jawa.
Blangkon juga merupakan perkembangan dari tutup kepala “iket” yaitu tutup
kepala yang terbuat dari kain persegi disusun dengan rapi sampai menutupi
bagian atas kepala pemakai. Karena penggunaan iket kepala yang membutuhkan
waktu untuk memakainya, maka terciptalah inovasi merubah agar iket lebih
praktis ketika dipakai, dari ide ini terciptalah blangkon dimana setiap
lekukannya sudah dibuat untuk bisa dipakai berkali-kali.
Blangkon pada umumnya berkembang di wilayah Jawa, tapi tidak
memberikan kemungkinan kepulauan lain untuk menggunakan blangkon seperti halnya
di kepulauan Bali. Di Jawa ada banyak
blangkon yang dikenal, diantaranya ada blangkon Jogja (Ngayogyokarto), blangkon
Solo (Surakarta), blangkon Kedu, blangkon Banyumasan, blangkon Sunan dan
blangkon Sunda. Blangkon blangkon yang dikembangkan ini mempunyai ciri-ciri
khas yang berbeda beda, misalnya saja blangkon jogja yang berbeda dengan
blangkon lain.Blangkon jogja mempunyai benjolan di belakang yang menyerupai
rambut yang diikat. Benjolan ini disebut dengan “mondolan”.
Pada zaman dahulu,
mondolan ini merupakan tempat rambut para pemakai blangkon. pada saat itu alat
cukur rambut belum digunakan di masyarakat jogja yang membuat rambut para
pemakai blangkon panjang-panjang, untuk menutupinya dibuatlah mondolan
blangkon. pada blangkon Solo tidak menggunakan mondolan karena rambut para
penggunanya rata-rata sudah dicukur pendek sehingga tidak diperlukan mondolan
untuk menutup rambut.
Blangkon Zaman Dahulu dan Blangkon Zaman Sekarang
Sejarah penggunaan blangkon sudah dikenal dari zaman Majapahit
dan berkembang hingga sekarang. Penggunaan blangkon juga berkembang dari zaman
dahulu yang hanya berfungsi utama untuk penutup rambut sekarang bertambah untuk
aksesoris, fashion, cindramata dan bahan
koleksi. Pada zaman dahulu penggunaan blangkon juga dipadukan dengan baju-baju
daerah khusus. Sekarang di Jogja penggunaan Blangkon Jogja dipadukan dengan baju yang beragam.
Nama blangkon juga sudah terkenal hingga mancanegara, hal ini dibuktikan dengan
dipakainya nama blangkon untuk program yang dikembangkan oleh Linux (finlandia)
yang diberi nama BlankOn.
Bila blangkon sudah dikenal mancanegara, apa kita sebagai
orang Indonesia akan melupakannya?
Seharusnya, orang Indonesia harus sadar bahwa kebudayaan
kita adalah milik kita, warisan kita, dan kitalah yang bertanggungjawab untuk
merawatnya. Bagaimana dengan blangkon? blangkon juga warisan kita, baik penulis
maupun anda sebagai pembaja, sudah seyogyanya anda juga ikut merawat dan
menjaganya agar tetap milik generasi mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar