Blangkon merupakan aksesoris pelengkap dari baju
adat Jawa yang mempunyai posisi paling tinggi dibanding dengan aksesoris lain.
Blangkon merupakan asal mula pengembangan dari ikat kepala yang digunakan
masyarakat jawa sebelum mengenal Islam. Islam masuk ke tanah jawa dengan sikap
yang sangat ramah.
Para penyebar agama islam di jawa tidak dengan
memaksakan ajaranagama Islam. Dahulu para penyebar agama menggunakan metode
metode yang unik untuk menyebarkan. Salah satu metode unik dari penyebaran
islam antara lain adalah dengan memperkaya adat istiadat masyarakat jawa. Dan mengganti
amalan-amalan yang dapat menyesatkan dengan kebaikan.
Inovasi dari penyebar agama dahulu sangat kaya
dengan filosofi dalam setiap bagian bagiannya. Blangkon yang merupakan inovasi
dari ikat kepala juga tidak luput dari inovasi yang diberikan oleh penyebar
agama, dalam artikel yang dipublikasikan di krjogja.com disebutkan beberapa
filosofi ajaran islam yang dahulu telah ditanamkan blangkon khususnya blangkon Jogja.
“Bagian atau bentuk blangkon
mengandung makna yang cukup dalam. Lipatan yang menutupi kepala berjumlah 17
lipatan menandakan 17 rakaat dalam salat lima waktu. Mondolan di pasang di
belakang kepala dengan makna mencegah manusia dari tidur dan menutup mata.”
Begitulah yang tertulis di krjogja.com
Di surat kabar online tersebut juga
tertulis “Letak mondolan pun diusahakan di tengah dan lurus keatas, yakni
bermakana lurus terhadap sang pencipta. Maka jika di tarik benang makna,
mondolan merupakan pengingat agar manusia tidak menutup mata terhadap sang
kuasa dan selalu lurus menjalankan perintahnya. Tidak hanya itu sisa kain di
samping mondolan jika dihitung berjumlah 6 yang berarti 6 rukun iman dalam
Islam.”
dengan memberikan faidah keislaman dalam sebuah karya blangkon, diharapkan nilai keislaman dapat dipraktekkan oleh para orang yang ingin tahu lebih banyak dengan kebudayaan. blangkon Jogja bukan sekedar alat penutup kepala saja, namun juga mengandung nilai yang lebih dari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar